Selasa, 17 Januari 2012

Kita Semacam Matematika


Semacam apakah dirimu sekarang,
mungkin saja dirimu sudah berbentuk garis semetris,
atau saja dirimu sudah semacam persimpangan yang strategis.

tak inginkah kau kembali menggambar sebuah jajaran genjang,
agar kita bercerita lagi seperti menduduki kehidupan di atas jenjang.
walau pun sudah agak usang, tapi akan kuat untuk sepasang.


sekarang kita sudah hampir seperti garis,yang membentang luas jarak khatulistiwa.
semacam rindu untuk bercengkrama seperti kita membuat sebuah gambar segitiga



(pencarian) : bawah tumit sampai ujung jejari kaki ibunda



untuk sajak

menulis dengan tinta fana di pemandangan fatmorgana,
seperdelapan  usia terpangkas untuk secarik kertas.
berpesan,
bersajak tak seperti bersujud nak.
begitu terpandang selembar sajadah berludah tak begitu basah,
seperti itukah pembeda agama dengan budaya.

sujud berupa sajak, sajak sudah jarang bersujud.
terdengar,
itukah agamamu sekarang nak.
begitu tertoleh kitab sujud dan kitab sajak,
seperti itu kau menggunakan hobi dengan mengabaikan nabi.

sudah saatnya bermalam dengan matahari untuk memintal bulan di esok pagi,
tergolek pesan ibunda,
buangkan pena tinta mimpi, agar dirimu terjauh dari secangkir kopi dan sakitmu di kemudian hari.
ibunda juga seorang pemimpi, tidak dengan pena tinta fana.
tapi untuk isi hati cita - cita luhur anaknya.
esok kemudian hari akankah terjemput pesan yang telah mendaun di ujung bibir ibunda.

buanglah penamu, sudah saatnya kau mematri pikiran untuk calon istri.
lekas pasangkan sepatu kulit  untuk mengeringkan peluh ayahandamu.
seperti tangis anak pengemis, begitulah tangisku.
tak akan mendurhakaimu, karena surgaku di bawah tumit sampai ujung jejari kakimu.

ulak karang, 25 November 2011

Memintal hujan



Berikan aku sobekan jas plastik bukan motif batik,
agar aku bisa belajar memintal hujan untuk menempuh jalan rumahmu.
Cerita hujan tidak akan membasahi jejak keringat kita,
karena keringat kita terlahir dari batu.

esok, bila kita telah berhasil memintal hujan.
biarkan lah guruh terus bernyanyi memberi maki untuk dicaci.

karena kau sahabat, bukan teman.
karena kau sohib, bukan karib.



ulak karang, 29 nov 2011

Sirompak



Setelah cibiran angin meraba bebuluan pundak,
datang " langang "  mengasuh pikiran setengah kosong.

Dengarkan aku di saat jarum jam lurus ke arah langit malam.

bebunyian " saluang "  mengantar pikiran ke arah keramat,
putaran  " gasiang " memulai ritual sakit hati.

dulu kau bagian masyarakat, sekarang kau hanya di sebahagian masyarakat.

mantera mengalun serupa pekik sakit,
nyanyian berirama tangisan duka manusia sengsara.
tak ada risau dosa untuk pembalas murka,
tak akan mengenal sebab untuk melepas akibat.

ulak karang, 3 Des 2011

SEBENTAR



untuk hari ini, bertenggerlah kau di sana dulu walau  sebentar
karena aku akan pergi untuk bermain dan berputar
kau anggap saja kau sekarang sedang bermain di dalam sangkar
ini untuk mengusung pikiran dalam hati agar akan selalu belajar untuk sadar
jangan ibaratkan tubuh akan selalu bermakna dan memekar
karena kata kata dan senyum palsu akan terus membawa ke arus ingkar

untuk hari ini, bertenggerlah kau di sana dulu agak seberapa waktu
karena aku akan pergi mencari ketertinggalan urat malu
kau anggap saja sekarang sedang bergelut di dalam kelambu
ini untuk mengajak pikran dalam saraf agar selalu merasa pilu
jangan ibaratkan tubuh akan selalu timbul rasa merindu
karena bibir akan selalu melandu irama duka dan sendu


untuk hari ini, berdiamlah kau di sana dulu barang beberapa menit
karena aku akan mencari beberapa wanita untuk bisa kau cubit
kau anggap saja sekarang rasa ingin membuka dan melilit
ini untuk memberi tubuh rasa nyeri dan sedikit sakit
jangan ibaratkan semua orang kaya itu akan selalu pelit
karena karma dan murka tuhan akan selalu akan memberi jalan yang rumit


ingatlah dunia akan selalu berputar
ingatlah hidup akan selalu berliku
ingatlah rasa adalah penyakit
ingatlah hati yang akan selalu ingin memberi semua yang baik,
Namun pikiran yang menghasutmu untuk memberi nafsu yang buruk...

Pendosa atau Tugas Mulia


berjejerlah di barisan paling depan karena itu adalah gerakan merah
jangan tetap terpaku di gerumunan pendusta dan penyerca
selesaikan dulu tugas yang paling mulia
agar birahimu menjadi sebuah rintihan yang membuat gairah
jangan hiraukan sebuah suara yang akan membuat perjuanganmu sumbang dan tak ter arah
mari angkat senjata untuk membuat sebuh manusia
yang paling mulia itu bisa menghasilkan manusia pengkritik dan perkasa

berjejerlah di barisan aling depan karena itu adalah gerakan merah
jangan tetap terpaku dengan celana dalammu yang bergelumur dosa
selesaikan dulu pekerjaan mulia yang kau punya
inganlah tentang hakikat dunia yang sementara
jangan munafik untuk menyebut tidak  suka
karea bagaimanapun itu lah arti sebuah surga dunia....

jangan menganggap pekerjaan malam itu dosa
bukankah itu ternikmati oleh manusia dewasa
menolong sesama manusia itu bukankah tugas yang amat mulia
sekarang terserah kau mau melihat dari sudut pandang yang mana...
yang terpenting bagi kita berpikirlah untuk mengatakan pekerjaan malam itu adalah menolong sesama manusia....

NEGERI BENCANA


sekarang saya sudah datang di negeri bencana
karena tadi saya sudah usai bercengkrama bersama ibunda
tentang kehidupan masa kecil yang selalu berlari di pematang sawah
tentang kehidupan masa lampau yang selalu berendam di muara
tentang kehidupan masa dahulu yang selalu bergelut dan tertawa

sekarang saya sudah datang di negeri bencana
karena tadi saya sudah usai bercerita dengan ibunda laut
tentang kehidupan sekarang yang sudah mulai berkerut
tentang kehidupan sekarang yang sudah selalu merindukan laut


sekarang saya sudah datang di negeri bencana
karena tadi saya sudah usai menengok padi di tanah yang sedang kesakitan
karena tadi saya sudah usai meniti lembah dan perbukitan

sekarang saya sudah datang di negeri bencana
menempati petak kecil yang masih di huni wajah lama
menempati bangunan yang jarang di singgahi cahaya
menempati rumah yang penuh cita-cita akan sebuah karya

sekarang saya sudah datang di negeri bencana
menunggu bencana atau di tunggu bencana
bencana itu bukan cita-cita tapi sebuah petaka
atau mungkin karena penghuninya yang sudah mulai murka
bencana tidak pernah di minta,tapi memang sudah pernah ada

Celotehan penghuni POHON

(untuk adik-adikku ASHAB,NGARET dan MEONG)



Aku termenung menunggu...
hanya ingin melihat bangga tergantung di atas pohon
semata karena ingin menyaksikan senang melompat2 di ranting
karena ingin menonton karya menggoyang - goyang daun

aku termenung menunggu
hanya ingin melihat mimpi mengumpulkan ranting jatuh
semata karena ingin menyaksikan daun tegar untuk bisa di jual
karena ingin meliahat kalian kuasa melawan benalu

aku bergeraktersentuh.......
izinkan aku menyirami kalian dengan air yang aku genggam
persilahkan aku mencari pupuk untuk kalian  telan

aku tak ingin kalian jujur pada pikiran
karena aku ingin melihat kalian bermain dengan hati
untuk pohon yang selalu mengeluargakan kita
berjanjilah untuk pohon yang telah berhasil kita jaga bersama


02.53
Tangkelek

OASE KINI


Aku sudah mulai bangga dengan apa itu oase
aku sedah mulai bangga dengan air yang tidak bisa menghidupi kita
aku sudah mulai senang dengan rumput yang mengelilingi kita


aku sudah bisa melihat karya yang sumbringah menoreh ke arah rumah kita
aku sudah bisa melihat regenerasi manusia yang meminum air kita

aku pun jadi ingin bercerita
tentang satu lelaki kurus bungkuk yang tegar di terpa badai pasir
lelaki yang tak hentinya bermimpi untuk menemukan oase untuk genrasi penerus

tentang wanita gempal yang tak ubahnya seperti onta
wanita yang meminum air untuk persediaan di tengah gurun

tentang wanita keras kepala yang tak hentinya memberi ide
wanita yang bermimpi untuk merubah gurun pasir menjadi oase

aku ingin kalian selalu berkeluarga untuk mengadikkan generasi
berjanjilah untuk perubahan gersang menjadi taman rimbun
aku di belakang kalian untuk memberi amunisi semangat...

INGIN PULANG


masih termenung sembari menunggu hujan reda
sedari tadi hujan beruntai untuk menjadi selokan
selokan pun sudah siap untuk mengisi sungai

masih termenung sembari menatap rumah kecil milik kami
sedari tadi rumah kecil menunggu penghuli yang mudik
sementara sekelompok manusia sudah siap dengan ransel menuju pintu ibu masing-masing

beginilah jika jeda untuk ilmu tiba
manusia rumah kami berterbangan mencari gizi baik
aku pun sekarang berharap itu pada diri
tapi kantong beras tidak memberikan izin

BERHARAP di DEPAN


masih di sini, saya sekarang
di depan rumah berseragam dengan manusia batu menunjuk ke arah laut
di depan rumah berpengunjung hampir semua warga kota
di sebelah tempat makan yang paling di gemari malam hari
masih disini, saya sekarang
teman cerita bermalam sudah menyeberang
teman cerita di siang sudah berijazah
teman main game sudah bercerita gaji
masih disini, saya sekarang,
kalau ada izin saya pergi tahun depan
kalau ada rela saya beranjak di masehi selanjutnya
kalau ada doa saya berijazah di saat perkiraan kiamat tiba


OASE,22042011........
aroka.com 

BEGININYA INI, BEGITUNYA ITU DAN SETERUSNYA


bahasamu sangatlah ramah untuk mematah kata, senyummu sangatlah indah untuk membuat marah
ku terjemahkan kau malam ini menjadi begini, begitu dan seterusnya.
bahasamu sngatlah indah untuk merambah muka, tawa mu membuatku terbawa ke arah bawah
kuterjemahkan kau esok seperti ini, itu dan seterusnya.
bahasmu sngatlah merah untuk bergairah. sumbringah membuatku terpaksa mengalah
kuterjemahkan kau lusa sebagai ini, itu dan seterusnya.


gemulai tubuhmu terbaring merangkak membuatku muak, hiasan muka hormatmu sangatlah bersemak
ku artikan kau kemaren ini, itu dan seterusnya.
lembut sapamu menguak tubuh berbentuk bengkak, bibirmu sangatlah membuatku muak
kuartikan kau sebelumnya begini, begitu dan seterusnya.

OASE, 120511

PAREWA


Begitu lah mereka menamai  hidup yang sudah dibilang hampir redup
bercerita,diskusi tertwaa lepas di atas kursi
"biarlah penderitan kami yang menampar orang2 di sekeliling kami"
begitulah kata yang tertera di ujung utara

sekarang sudah membuka diri untuk mengenal nenek moyang
saluang, talempong, dan rabab yang mereka lalap
walau tak pandai tapi belajar untuk mencoba memulai
gemulai cinta dalam keluarga yang damai

Bersetubuh Bersama Subuh


Sepenggal rindu membawaku bersetubuh bersama subuh,
seperti subuh yang sudah lusuh, aku selalu berbinalu untuk mengasuh rindu
tak perlu lagi aku membuka kalbu di waktu subuh, karena isi hati sudah setengah mati
mendengar surau bergurau saja saya tidak sedikitpun risau.

sepenggal rindu membawaku bersetubuh bersama subuh,
sepertia sedia kala, kelambu lusuh akan selalu setia membawa dongeng tanpa ada surga
pecayakah dirimu akan neraka itu kejam ataupun bermuka suram
saya rasa tak ubahnya seperti ujung jarum jam di atas sebuah meriam

sepenggal rindu membawaku bersetubuh bersama subuh,
embun subuh kali ini sudah memperkosa isi detak jantungku
kapan kiamat diri akan mengusung pikiran untuk menuju pituah dari sang ibu
dan pula saat aku berbaring subuh hatiku masih tak kuasa melepas tindihan angkuh

oase, 010611 05:35

Sudah Besar Akan ANGKUH


kenapa di saat peluh sudah jatuh, baru datang rusuh..
disaat detik - detik yang akan menarik menjadi pekik
sudah lah, saya rasa saya tidak akan membuat kelompok ini hanya tinggal nama.
maaf untuk orang yang terugi dan orang yang paling tersenangi......
sudah usai usaha untuk membuat nama ini besar,
ini sudah suratan di balas dengan sabetan, lupakan ambisi dan jangkau mimpi untuk membuat si punya rahim bahagia
1 juni 2011

Senin, 16 Januari 2012

Seperti Tahun Sebelumnya


Untuk sebuah AROKA

seperti tahun sebelumnya, tanggal sembilan juni ini saya bercerita tentang kereta api
karena bagiku seperti itulah kita meniti sebuah rel besi
walau banyak cerita tentang kematian akhir - akhir ini tapi aku tetap bersama sekantong hati

bunyi bisik kain di ujung jendela tak lagi serasa lain,karena kereta kita hampir akan tak lama bermain
sebuah kata iya, itu yang akan ku ingin
tak ada lagi halang rintang untuk sebuah kata ingin, jangan membentang hati di ujung kain

belajar dewasa itu sebuah asa, belajar membesar itu sebuah ikhtiyar
aku dan kamu adalah bungkahan yang akan menjadi manusia pencari lahan untuk memarkir kereta yang sudah kelelahan

09 Juni 2011 

kapur sembilan di persimpangan pangkalan


Aku berpikir di persimpangan pangkalan,
Setelah kesibukanku mengemas ransel dari kapur sembilan menuju sebuah kota untuk pengharapan.
Berpikir untuk mengubah isi buntalan menjadi pengalaman,
berpikir untuk merubah iman menjelma seperti sebenar - benar tuhan.
berusaha menbuat halaman kepala menjadi gedung seperti penyebaran flu burung.

aku berpikir di persimpangan pangkalan,
menuju arah kanan setelah meninggalkan kapur sembilan, berjalan seperti sebayang jalan.
persimpangan pangkalan menyuruhku duduk sebentar di bawah kelokan sembilan,
apa jadinya kalau kelok ini sudah menjadi beton tak bertuan tak berdahan.
pikiran simpang pangkalan mengajarku menelan semua kehidupan silam nan menggairahkan.

antara simpang pangkalan dan kapur sembilan menyanyikan lagu  "kampan",
sekarang lagu kampan sudah menjadi tangisan para pemuja bersampan di hari pagi nan tampan.
tak bisakah lagi "kampan"  mengisi seberkas karung beras pengharapan,
laguan kampan berharap kembali menyanyikan dendang senang seperti di ceritakan di sebuah indang.

jangan pernah kau tangisi lagi sebuah harga wahai kehidupan warga,
karena keangkuhan kau jua membuat kau separoh gila menatap catatan harga.

Aroka 140611

MELUNASI SEHUTANG JANJI


Sesampainya saya di sebuah muaro paiti untuk menulasi sehutang janji,
saya sudah mulai iba melihat hati nan ranum dan teraramat mati
masihkah muaronya ke batang paiti atau sudah ke batang hati

sehutang janji belum juga terlunasi untuk seorang perempuan berambut memutih
sebidang sumpah belum juga terbayar untuk seorang lelaki tua nan mulia
seulas topi hitam yang selalu kalian tanya akan segera aku bawa

sesampainya saya di sebuah muaro paiti untuk melunasi sehutang janji
saya akan kabari  batu mutiara yang sengaja saya tinggal di Muaro padang
apakah dia masih bersinar menungguku ataukah dia buyar untuk menanti sebuah janji

hidup sudah berisi janji, dan janji akan selalu mengisi hidup

oase,150611

Mantera Tak Berkepala


Tertungkai lunglai, terurai tungkai, lunglai tertungkai
jatuh lusuh, kumuh tak terasuh, lusuh jatuh
ini mantra, bukan karya sastra, mantra ini
untuk mendatangkan, bukan di datang kan, mendatangkan untuk
datanglah, datanglah, datanglah, datanglah
ini pelet, ini guna - guna 
ini gasiang tangkurak, bukan untuk penghancur isi tengkorak
ini sijundai, bukan untuk berandai - andai
ini palasik, untuk kita lihat dengan asik

oase 21 Nov 2011